Teknologi informasi dan komunikasi adalah peralatan
sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam
banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya, perkembanagan dunia
cyber atau dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung cepat, perubahan
peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas,
tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.
Kehidupan masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi
sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau
tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn teknologi
informasi dan komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk kesejahtraan,
kemajuan dan peradaban manusia saja di sisi lain teknologi informasi dan
komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan,
seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet),
pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet,
kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi,
atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah
alasannya pemertintah indonesia menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi
elektronik) untuk mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan
tearah, demi terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan
etika dalam seluruh aspek kehidupanya.
Dampak UU ITE bagi
Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia
tak lagi ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang
cyberspace law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum
pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya
aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait,
Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri
Lanka, Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law.
Tak mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan
kartu kredit (carding).
Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang
menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari
pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada
larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan esensi dari
UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE merupakan suatu langkah
yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep hukum baru yang selama
ini kerap menimbulkan polemik.
1. Dampak UU ITE :
a.Dampak positif:
• Transaksi dan sistem
elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum.
Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan
untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi
Keandalan.
• E-tourism mendapat
perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia
dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
• Trafik internet
Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus
memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai
konteks budaya indonesia
• Produk ekspor
indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor.
Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing
dengan bangsa lain.
b. Dampak negatif :
• Isi sebuah situs
tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan kan bersifat
normatif. Mungkin situs yang menampilkan foto-foto porno secara vulgar bisa
jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan
alat-alat kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu,
apakah forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya
juga dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua
bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
• Kekhawatiran para
penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para
blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain, menjelekkan
produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau membahas situs-situs
yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan menjadi semakin berlebihan,
bukanlah malah semakin mengekang kebebasan berpendapat
• Seperti biasa, yang
lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada pelaksanaannya. Semoga
saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk melakukan investigasi
berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena seperti Pak Nuh bilang, UU
ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat
publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di bawahnya (yang mungkin nggak
mengerti konteks) bisa diinterpretasi macam-macam.
Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak
peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar
dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Sumber :
http://muhammadabcdefahrizal.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite_29.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar