Jumat, 16 November 2012

Plagiarisme


PLAGIARISME

Disini saya ingin sedikit cerita atau bisa di bilang memperluas arti dari plagiarisme, Oke langsung aja deh.
Sangat kontras dengan anggapan umum yang diperkenalkan kepada publik di
Indonesia oleh para pemilik saham di bidang industri besar, telah hampir dua
dekade sejak di dunia ini “plagiarisme” tidak lagi disebut sebagai sebuah
“pencurian” dan mulai diambil sebagai langkah pertama untuk menyambungkan,
mengintegrasikan gerakan kultural dan sosial. Sebagai informasi, telah
diselenggarakan di London dan Glasgow pada tahun 1988 dan 1999, sebuah
festival yang dikenal dengan nama Festival of Plagiarism. Sejak saat itu telah
menjadi sesuatu yang menggelikan apabila negara menganggap bahwa
kepemilikan intelektual sebagai sesuatu yang penting dan wajib dihargai dengan
nilai mata uang, kultur dan kreasinya selalu menjadi produk dan proses kolektif.
Setiap menit, tak terhitung berapa jumlah contoh yang dapat diambil di depan
mata kita tentang bagaimana sistem ekonomi-gratis dan sense komunitas,
terimplikasikan dalam pengembangan open-system dan free-software dalam hal
yang paling mengagumkan.
Sementara kini disini, kita baru diberitahukan dan dipaksa untuk mempercayai bahwa plagiarisme adalah pencurian. Sebegitu tertinggalnyakah kita? Belum pernah undang-undang soal copyright (hak cipta) menjadi sangat represif dan tolol hingga beberapa saat lalu diresmikan sebagai UU HAKI--diikuti dengan penambahan angka pengangguran secara massif di berbagai kota besar di Indonesia. Paten dapat diterapkan pada apapun, dari mulai perilaku umum, hingga hal-hal yang seharusnya dapat kita lakukan sendiri. (Misalnya, seperti yang telah terjadi pada petani di India. Pupuk buatan sendiri telah memasyarakat di
kalangan para petani disana, hampir semua petani dapat membuat pupuknya
sendiri tanpa harus membeli dari korporasi pupuk. Tapi sejak korporasi
mengklaim paten atas pupuk buatan sendiri tersebut, maka tiap petani yang menggunakan bahan yang sama dan melakukan proses produksi pupuk yang sama
dengan proses produksi pupuk yang telah dipatenkan tersebut, maka hal tersebut
adalah tindak ilegal dan dapat dikenakan hukuman. Petani dipaksa untuk membeli pupuk tersebut--sesuatu yang seharusnya dapat mereka produksi sendiri tanpa
harus membeli pada korporasi). Maka pengesahan dan pemberlakuan undangundang
semacam ini tidak lain adalah penancapan bendera perang; pemodal versus intelejensi kolektif, kultur komunal versus kultur alienasi atau apabila
meminjam bahasa dari Negri dan Hardt: empire versus multitude.
Kami pikir, setiap pemikir seharusnya menentang pola pikir kepemilikan
intelektual ini, mulai dengan hasil kerja mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar